Tak cukup hanya di dalam hati

“Di jaman yang penuh dengan fitnah ini, membela orang yang benar tidak cukup di dalam hati” -Goenawan Mohammad

Friday, May 21, 2010

Farewell Party SMI Graha NIaga 19 Mei 2010


Kuliah Sri Mulyani Indrawati : Kebijakan Publik dan Etika Publik 18 Mei 2010

Sumber : Notes Firmansyah Afandi

Saya rasanya lebih berat berdiri disini daripada waktu dipanggil pansus Century. Dan saya bisa merasakan itu karena sometimes dari moral dan etikanya jelas berbeda. Dan itu yang membuat saya jarang sekali merasa grogi sekarang menjadi grogi. Saya diajari pak Marsilam untuk memanggil orang tanpa mas atau bapak, karena diangap itu adalah ekspresi egalitarian. Saya susah manggil 'Marsilam', selalu pakai 'pak', dan dia marah. Tapi untuk Rocky saya malam ini saya panggil Rocky (Rocky Gerung dari P2D) yang baik. Terimakasih atas...... (tepuk tangan)
;;
Tapi saya jelas nggak berani manggil Rahmat Toleng dengan Rahmat Tolengtor, kasus. Terimakasih atas introduksi yang sangat generous. Saya sebetulnya agak keberatan diundang malam hari ini untuk dua hal. Pertama karena judulnya adalah memberi kuliah. Dan biasanya kalau memberi kuliah saya harus, paling tidak membaca textbook yang harus saya baca dulu dan kemudian berpikir keras bagaimana menjelaskan.
Dan malam ini tidak ada kuliah di gedung atau di hotel yang begitu bagus tu biasanya kuliah kelas internasional atau spesial biasanya. Hanya untuk eksekutif yang bayar SPP nya mahal. Dan pasti neolib itu (disambut tertawa). Oleh karena itu saya revisi mungkin namanya lebih adalah ekspresi saya untuk berbicara tentang kebijakan publik dan etika publik.
Yang kedua, meskipun tadi mas Rocky menyampaikan, eh salah lagi. Kalau tadi disebutkan mengenai ada dua laki-laki, hati kecil saya tetap saya akan mengatakan sampai hari ini saya adalah pembantu laki-laki itu (tepuk tangan). Dan malam ini saya akan sekaligus menceritakan tentang konsep etika yang saya pahami pada saat saya masih pembantu, secara etika saya tidak boleh untuk mengatakan hal yang buruk kepada siapapun yang saya bantu. Jadi saya mohon maaf kalau agak berbeda dan aspirasinya tidak sesuai dengan amanat pada hari ini.
Tapi saya diminta untuk bicara tentang kebijakan publik dan etika publik. Dan itu adalah suatu topik yang barangkali merupakan suatu pergulatan harian saya, semenjak hari pertama saya bersedia untuk menerima jabatan sebagai menteri di kabinet di Republik Indonesia itu.
Suatu penerimaan jabatan yang saya lakukan dengan penuh kesadaran, dengan segala upaya saya untuk memahami apa itu konsep jabatan publik. Pejabat negara yang pada dalam dirinya, setiap hari adalah melakukan tindakan, membuat pernyataan, membuat keputusan, yang semuanya adalah dimensinya untuk kepentingan publik.
Disitu letak pertama dan sangat sulit bagi orang seperti saya karena saya tidak belajar, seperti anda semua, termasuk siapa tadi yang menjadi MC, tentang filosofi. Namun saya dididik oleh keluarga untuk memahami etika di dalam pemahaman seperti yang saya ketahui. Bahwa sebagai pejabat publik, hari pertama saya harus mampu untuk membuat garis antara apa yang disebut sebagai kepentingan publik dengan kepentingan pribadi saya dan keluarga, atau kelompok.
Dan sebetulnya tidak harus menjadi muridnya Rocky Gerung di filsafat UI untuk pintar mengenai itu. Karena kita belajar selama 30 tahun dibawah rezim presiden Soeharto. Dimana begitu acak hubungan, dan acak-acakan hubungan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Dan itu merupakan modal awal saya untuk memahami konsekuensi menjadi pejabat publik yang setiap hari harus membuat kebijakan publik dengan domain saya sebagai makhluk, yang juga punya privacy atau kepentingan pribadi.
Di dalam ranah itulah kemudian dari hari pertama dan sampai lebih dari 5 tahun saya bekerja untuk pemerintahan ini. Topik mengenai apa itu kebijakan publik dan bagaimana kita harus, dari mulai berpikir, merasakan, bersikap, dan membuat keputusan menjadi sangat penting. Tentu saya tidak perlu harus mengulangi, karena itu menyangkut, yang disebut, tujuan konstitusi, yaitu kepentingan masyarakat banyak. Yaitu mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.
Jadi kebijakan pubik dibuat tujuannya adalah untuk melayani masyarakat, Kebijakan publik dibuat melalui dan oleh kekuasaan. Karena dia dibuat oleh institusi publik yang eksis karena dia merupakan produk dari suatu proses politik dan dia memiliki kekuasaan untuk mengeluarkannya. Disitulah letak bersinggungan, apa yang disebut sebagai ingridient utama dari kebijakan publik, yaitu unsur kekuasaan. Dan kekuasaan itu sangat mudah menggelincirkan kita.
Kekuasaan selalu cenderung untuk corrupt. Tanpa adanya pengendalian dan sistim pengawasan, saya yakin kekuasaan itu pasti corrupt. Itu sudah dikenal oleh kita semua. Namun pada saat anda berdiri sebagai pejabat publik, memiliki kekuasan dan kekuasan itu sudah dipastikan akan membuat kita corrupt, maka pertanyaan 'kalau saya mau menjadi pejabat publik dan tidak ingin corrupt, apa yang harus saya lakukan?'
Oleh karena itu, di dalam proses-proses yang dilalui atau saya lalui, jadi ini lebih saya cerita daripada kuliah. Dari hari pertama, karena begitu khawatirnya, tapi juga pada saat yang sama punya perasaan anxiety untuk menjalankan kekuasaan, namun saya tidak ingin tergelincir kepada korupsi, maka pada hari pertama anda masuk kantor, anda bertanya dulu kepada sistem pengawas internal anda dan staff anda. Apalagi waktu itu jabatan dari Bappenas menjadi Menteri Keuangan. Dan saya sadar sesadar sadarnya bahwa kewenangan dan kekuasaan Kementrian Keuangan atau Menteri Keuangan sungguh sangat besar. Bahkan pada saat saya tidak berpikir corrupt pun orang sudah berpikir ngeres mengenai hal itu.
Bayangkan, seseorang harus mengelola suatu resources yang omsetnya tiap tahun sekitar, mulai dari saya mulai dari 400 triliun sampai sekarang diatas 1000 triliun, itu omset. Total asetnya mendekati 3000 triliun lebih.(batuk2) Saya lihat (ehem!) banyak sekali (ehem lagi) kalau bicara uang terus langsung.... (ada air putih langsung datang diiringi ketawa hadirin).
Saya sudah melihat banyak sekali apa yang disebut tata kelola atau governance. pada saat seseorang memegang suatu kewenangan dimana melibatkan uang yang begitu banyak. Tidak mudah mencari orang yang tidak tergiur, apalagi terpeleset, sehingga tergoda bahwa apa yang dia kelola menjadi seolah-olah menjadi barang atau aset miliknya sendiri.
Dan disitulah hal-hal yang sangat nyata mengenai bagaimana kita harus membuat garis pembatas yang sangat disiplin. Disiplin pada diri kita sendiri dan dalam, bahkan, pikiran kita dan perasaan kita untuk menjalankan tugas itu secara dingin, rasional, dengan penuh perhitungan dan tidak membolehkan perasaan ataupun godaan apapun untuk, bahkan berpikir untuk meng-abusenya.
Barangkali itu istilah yang disebut teknokratis. Tapi saya sih menganggap bahwa juga orang yang katanya berasal dari akademik dan disebut tekhnokrat tapi ternyata 'bau'nya tidak seperti itu. Tingkahnya apalagi lebih-lebih. Jadi saya biasanya tidak mengklasifikasikan berdasarkan label. Tapi berdasarkan genuine product nya dia hasilnya apa, tingkah laku yang esensial.
Nah, di dalam hari-hari di mana kita harus membicarakan kebijakan publik, dan tadi disebutkan bahwa kewenangan begitu besar, menyangkut sebuah atau nilai resources yang begitu besar. Kita mencoba untuk menegakkan rambu-rambu, internal maupun eksternal.
Mungkin contoh untuk internal hari pertama saya bertanya kepada Inspektorat Jenderal saya. "Tolong beri saya list apa yang boleh dan tidak boleh dari seorang menteri." Biasanya mereka bingung, tidak pernah ada menteri yang tanya begitu ke saya bu.
.
Kalau seorang menteri kemudian menanyakan apa yang boleh dan nggak boleh, buat mereka menjadi suatu pertanyaan yang sangat janggal. Untuk kultur birokrat, itu sangat sulit dipahami. Di dalam konteks yang lebih besar dan alasan yang lebih besar adalah dengan rambu-rambu. Kita membuat standard operating procedure, tata cara, tata kelola untuk membuat bagaimana kebijakan dibuat. Bahkan menciptakan sistem check and balance.
Karena kebijakan publik dengan menggunakan elemen kekuasaan, dia sangat mudah untuk memunculkan konflik kepentingan. Saya bisa cerita berhari-hari kepada anda. Banyak contoh di mana produk-produk kebijakan sangat memungkinkan seorang, pada jabatan Menteri Keuangan, mudah tergoda. Dari korupsi kecil hingga korupsi yang besar. Dari korupsi yang sifatnya hilir dan ritel sampai korupsi yang sifatnya upstream dan hulu.
Dan bahkan dengan kewenangan dan kemampuannya dia pun bisa menyembunyikan itu. Karena dengan kewenangan yang besar, dia juga sebetulnya bisa membeli sistem. Dia bisa menciptakan network. Dia bisa menciptakan pengaruh. Dan pengaruh itu bisa menguntungkan bagi dirinya sendiri atau kelompoknya. Godaan itulah yang sebetulnya kita selalu ingin bendung. Karena begitu anda tergelincir pada satu hal, maka tidak akan pernah berhenti.
Namun, meskipun kita mencoba untuk menegakkan aturan, membuat rambu-rambu, dengan menegakkan pengawasan internal dan eksternal, sering bahwa pengawasan itu pun masih bisa dilewati. Disinilah kemudian muncul, apa yang disebut unsur etika. Karena etika menempel dalam diri kita sendiri. Di dalam cara kita melihat apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, apakah sesuatu itu menghianati atau tidak menghianati kepentingan publik yang harus kita layani. Apakah kita punya keyakinan bahwa kita tidak sedang menghianati kebenaran. Etika itu ada di dalam diri kita.
Dan kemudian kalau kita bicara tentang total, atau di dalam bahasa ekonomi yang keren namanya agregat, setiap kepala kita dijumlahkan menjadi etika yang jumlahnya agregat atau publik, pertanyaannya adalah apakah di dalam domain publik ini setiap etika pribadi kita bisa dijumlahkan dan menghasilkan barang publik yang kita inginkan, yaitu suatu rambu-rambu norma yang mengatur dan memberikan guidance kepada kita.
Saya termasuk yang sungguh sangat merasakan penderitaan selama menjadi menteri. Karena (etika) itu tidak terjadi. Waktu saya menjadi menteri, sering saya harus berdiri atau duduk berjam-jam di DPR. Disitu anggota DPR bertanya banyak hal. Kadang-kadang bernada pura-pura sungguh-sungguh. Merek mengkritik begitu keras. Tapi kemudian mereka dengan tenangnya mengatakan 'Ini adalah panggung politik bu.'
Waktu saya dulu masuk menteri keuangan pertama saya masih punya dua Dirjen yang sangat terkenal, Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai saya. Mereka sangat powerful. Karena pengaruhnya, dan respectability, saya tidak tahu karena kepada anggota dewan sangat luar biasa. Dan waktu saya ditanya, mulainya dari...? Segala macem. Setiap keputusan, statemen saya dan yang lain-lain selalu ditanya dengan sangat keras. Saya tadinya cukup naif mengatakan, "Oh ini ongkos demokrasi yang harus dibayar." Dan saya legowo saja dengan tenang menulis pertanyaan-pertanya an mereka.
Waktu sudah ditulis mereka keluar ruangan, nggak pernah peduli mau dijawab atau tidak. Kemudian saya dinasehati oleh Dirjen saya itu, "Ibu tidak usah dimasukkan ke hati bu. Hal seperti itu hanya satu episod drama saja. " Tapi kemudian itu menimbulkan satu pergolakan batin orang seperti saya. Karena saya kemudian bertanya. Tadi dikaitkan dengan etika publik, kalau orang bisa secara terus menerus berpura-pura, dan media memuat, dan tidak ada satu kelompokpun mengatakan bahwa itu kepura-puraan maka kita bertanya, apalagi? siapa lagi yang akan menjadi guidance? yang mengingatkan kita dengan, apa yang disebut, norma kepantasan. Dan itu sungguh berat. Karena saya terus mengatakan kalau saya menjadi pejabat publik, ongkos untuk menjadi pejabat publik, pertama, kalau saya tidak corrupt, jelas saya legowo nggak ada masalah. Tapi yang kedua saya menjadi khawatir saya akan split personality.
Waktu di dewan saya menjadi personality yang lain, nanti di kantor saya akan menjadi lain lagi, waktu di rumah saya lain lagi. Untung suami dan anak-anak saya tidak pernah bingung yang mana saya waktu itu. Dan itu sesuatu yang sangat sulit untuk seorang seperti saya untuk harus berubah-ubah. Kalau pagi lain nilainya dengan sore, dan sore lain dengan malam. Malam lain lagi dengan tengah malam. Kan itu sesuatu yang sangat sulit untuk diterima. Itu ongkos yang paling mahal bagi seorang pejabat publik yang harus menjalankan dan ingin menjalankan secara konsisten.
Nah, oleh karena itu, didalam konteks inilah kita kan bicara mengenai kebijakan publik, etika publik yang seharusnya menjadi landasan, arahan bagi bagaimana kita memproduksi suatu tindakan, keputusan, yang itu adalah untuk urusan rakyat. Yaitu kesejahteraan rakyat, mengurangi penderitaan mereka, menaikkan suasana atau situasi yang baik di masyarakat, namun di sisi lain kita harus berhadapan dengan konteks kekuasaan dan struktur politik. Dimana buat mereka norma dan etika itu nampaknya bisa tidak hanya double standrart, triple standart.
Dan bahkan kalau kita bicara tentang istilah dan konsep mengenai konflik kepentingan, saya betul-betul terpana. Waktu saya menjadi executive director di IMF, pertama kali saya mengenal apa yang disebut birokrat dari negara maju. Hari pertama saya diminta untuk melihat dan tandatangan mengenai etika sebagai seorang executive director, do dan don'ts. Disitu juga disebutkan mengenai konsep konflik kepentingan. Bagaimana suatu institusi yang memprodusir suatu policy publik, untuk level internasional, mengharuskan setiap elemen, orang yang terlibat di dalam proses politik atau proses kebijakan itu harus menanggalkan konflik kepentingannya. Dan kalau kita ragu kita boleh tanya, apakah kalau saya melakukan ini atau menjabat yang ini apakah masuk dalam domain konflik kepentingan. Dan mereka memberikan counsel untuk kita untuk bisa membuat keputusan yang baik.
Sehingga bekerja di institusi seperti itu menurut saya mudah. Dan kalau sampai anda tergelincir ya kebangetan aja anda. Namun waktu kembali ke Indonesia dan saya dengan pemahaman pengenai konsep konflik kepentingan, saya sering menghadiri suatu rapat membuat suatu kebijakan, dimana kebijakan itu akan berimplikasi kepada anggaran, entah belanja, entah insentif, dan pihak yang ikut duduk dalam proses kebijakan itu adalah pihak yang akan mendapatkan keuntungan itu. Dan tidak ada rasa risih. Hanya untuk menunjukkan yang penting pemerintahan efektif, jalan. Kuenya dibagi ke siapa itu adalah urusan sekunder.
Anda bisa melihat bahwa kalau pejabat itu adalah background nya pengusaha, meskipun yang bersangkutan mengatakan telah meninggalkan seluruh bisnisnya, tapi semua orang tahu bahwa adiknya, kakaknya, anaknya, dan teteh, mamah, aa' semuanya masih run. Dan dengan tenangnya, berbagai kebijakan, bahkan yang membuat saya terpana, kalau dalam hal ini apa disebutnya? kalau dalam bahasa inggris apa disebutnya?i drop my job atau apa..bengong itu.
Kita bingung bahwa ada suatu keputusan dibuat, dan saya banyak catatan pribadi saya di buku saya. Ada keputusan ini, tiba-tiba besok lagi keputusan itu ternyata yang mengimport adalah perusahaannya dia.
Nah ini merupakan sesuatu hal yang barangkali tanpa harus mendramatisir yang dikatakan oleh Rocky tadi seolah-olah menjadi the most reasonable phenomena. Kita semua tahu, itulah penyakit yang terjadi di jaman orde baru. Hanya dulu dibuatnya secara tertutup, tapi sekarang dengan kecanggihan, karena kemampuan dari kekuasaan, dia mengkooptasi decision making process juga. Kelihatannya demokrasi, kelihatannya melalui proses check and balance, tapi di dalam dirinya, unsur mengenai konflik kepentingan dan tanpa etika begitu kental. Etika itu barang yang jarang disebut pak.
Ada suatu saat saya membuat rapat dan rapat ini jelas berhubungan dengan beberapa perusahaan. Kebetulan ada beberapa dari yang kita undang, dia adalah komisaris dari beberapa perusahaan itu. Kami biasa, dan saya mengatakan dengan tenang, bagi yang punya aviliasi dengan apa yang kita diskusikan silahkan keluar dari ruangan. Memang itu adalah tradisi yang coba kita lakukan di kementrian keuangan. Kebetulan mereka adlaah teman-teman saya. Jadi teman-teman saya itu dengan bitter mengatakan, "Mba ni jangan sadis-sadis amat lah kayak gitu. Kalaupun kita disuruh keluar juga diem-diem aja. Nggak usah caranya kayak gitu."
Saya ingin menceritakan cerita seperti ini kepada anda bagaimana ternyata konsep mengenai etika dan konflik kepentingan itu, bisa dikatakan sangat langka di republik ini. Dan kalau kita berusaha untuk menjalankan dan menegakkan, kita dianggap menjadi barang yang aneh. Jadi tadi kalau MC nya menjelaskan bahwa saya ingin menjelaskan bahwa di luar gua itu ada sinar dan dunia yang begitu bagus, di dalam saya dianggap seperti orang yang cerita yang nggak nggak aja. Belum kalau di dalam konteks politik besar, kemudian, wah ini konsep barat pasti 'Lihat saja Sri Mulyani, neolib.'
Jadi saya mungkin akan mengatakan bagaimana ke depan di dalam proses politik. Tentu adalah suatu keresahan buat kita. Karena episode yang terjadi beberapa kali adalah bahwa di dalam ruangan publik, rakyat atau masyarakat yang harusnya menjadi the ultimate shareholder dari kekuasaan. Dia memilih, kepada siapapun CEO di republik ini dan dia juga memilih dari orang-orang yang diminta untuk menjadi pengawas atau check terhadap CEO nya.
Dan proses ini ternyata juga tidak murah dan mudah. Sudah banyak orang yang mengatakan untuk menjadi seorang jabatan eksekutif dari level kabupaten, kota, propinsi, membutuhkan biaya yang luar biasa, apalagi presiden pastinya. Dan biayanya sungguh sangat tidak bisa dibayangkan untuk suatu beban seseorang. Saya menteri keuangan saya biasa mengurusi ratusan triliun bahkan ribuan, tapi saya tidak kaget dengan angka. Tapi saya akan kaget kalau itu menjadi beban personal.
Seseorang akan menjadi kandidat mengeluarkan biaya sebesar itu. Kalkulasi mengenai return of investment saja tidak masuk. Bagaimana anda mengatakan dan waktu saya mengatakan saya lihat struktur gaji pejabat negara sungguh sangat tidak rasional. Dan kita pura-pura tidak boleh menaikkan karena kalau menaikkan kita dianggap mau mensejahterakan diri sebelum mensejahterakan rakyat. Sehingga muncullah anomali yang sangat tidak bisa dijelaskan oleh logika akal sehat, bahkan Rocky bilangnya ada akal miring. Saya mencoba sebagai pejabat negara untuk mengembalikan akal sehat dengan mengatakan strukturnya harus dibenahi lagi. Namun toh tetap tidak bisa menjelaskan suatu proses politik yang begitu sangat mahalnya.
Sehingga memunculkan suatu kebutuhan untuk berkolaborasi dengan sumber finansialnya. Dan disitulah kontrak terjadi. Di tingkat daerah, tidak mungkin itu dilakukan dengan membayar melalui gajinya. Bahkan melalui APBD nya pun tidak mungkin karena size dari APBN nya kadang-kadang tidak sebesar atau mungkin juga lebih sulit. Sehingga yang bisa adalah melalui policy. Policy yang bisa dijual belikan. Dan itu adalah adalah bentuk hasil dari suatu kolaborasi.
pertanyaan untuk kita semua, bagaimana kita menyikapi hal ini didalam konteks bahwa produk dari kebijakan publik, melalui sebuah proses politik yang begitu mahal sudah pasti akan di "stated" dengan struktur yang membentuk awalnya. Karena kebijakan publik adalah hilirnya, hasil akhir. Hulunya yang memegang kekuasaan, lebih hulu lagi adalah prosesnya untuk mendapatkan kekuasaan itu demikian mahal.
Dan itu akan menjadi pertanyaan yang concern untuk sebuah sistem demokrasi. Maka pada saat kita dipilih atau diminta untuk menjadi pembantu atau menjadi bagian dari pemerintah, Tentu kita tidak punya ilusi bahwa ruangan politik itu vakum atau hampa dari kepentingan. politik dimana saja pasti tentang kepentingan. Dan kepentingan itu kawin diantara beberapa kelompok untuk mendapatkan kekuasaan itu. Pasti itu perkawinannya adalah pada siapa saja yang menjadi pemenang.
Kalau pada hari ini tadi disebutkan ada yang menanyakan atau menyesalkan atau ada yang menangisi ada yang gelo (jawa:menyesal. red), kenapa kok Sri Mulyani memutuskan untuk mundur dari Menteri Keuangan. Tentu ini adalah suatu kalkulasi dimana saya menganggap bahwa sumbangan saya, atau apapun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam sistem politik. Dimana perkawinan kepentingan itu begitu sangat dominan dan nyata. Banyak yang mengatakan itu adalah kartel, saya lebih suka pakai kata kawin, walaupun jenis kelaminnya sama. (ketawa dan tepuktangan)
Karena politik itu lebih banyak lakinya daripada perempuan makanya saya katakan tadi. Hampir semua ketua partai politik laki kecuali satu. Dan di dalam bahwa di mana sistem politik tidak menghendaki lagi atau dalam hal ini tidak memungkinkan etika publik itu bisa dimunculkan, maka untuk orang seperti saya akan menjadi sangat tidak mungkin untuk eksis. Karena pada saat saya menerima tangungjawab untuk menjadi pejabat publik, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri, saya tidak ingin menjadi orang yang akan menghianati dengan berbuat corrupt. Saya tidak mengatakan itu gampang. Sangat painful. Sungguh painful sekali. Dan saya tidak mengatakan bahwa saya tidak pernah mengucurkan atau meneteskan airmata untuk menegakkan prinsip itu. Karena ironinya begitu besar. Sangat besar. Anda memegang kekuasaan begitu besar. Anda bisa, anda mampu, anda bahkan boleh, bahkan diharapkan untuk meng abuse nya oleh sekelompok yang sebetulnya menginginkan itu terjadi agar nyaman dan anda tidak mau. (tepuk tangan) Pada saat yang sama anda tidak selalu di apresiasi. P2D kan baru muncul sesudah saya mundur (ketawa, disini dia terlihat mengusapkan saputangan ke matanya).
Jadi ya terlambat tidak apa-apa, terbiasa. Saya masih bisa menyelamatkan republik ini lah.
Jadi saya tidak tahu tadi, Rocky tidak ngasih tahu saya berapa menit atau berapa jam. Soalnya diatas jam 9 argonya lain lagi nanti. Jadi saya gimana harus menutupnya. Nanti kayaknya nyanyi aja balik terus nanti.
Mungkin saya akan mengatakan bahwa pada bagian akhir kuliah saya ini atau cerita saya ini saya ingin menyampaikan kepada semua kawan-kawan disini. Saya bukan dari partai politik, saya bukan politisi, tapi tidak berarti saya tidak tahu politik. Selama lebih dari 5 tahun saya tahu persis bagaimana proses politik terjadi. Kita punya perasaan yang bergumul atau bergelora atau resah. Keresahan itu memuncak pada saat kita menghadapi realita jangan-jangan banyak orang yang ingin berbuat baik merasa frustrasi. Atau mungkin saya akan less dramatic. Banyak orang-orang yang harus dipaksa untuk berkompromi dan sering kita menghibur diri dengan mengatakan kompromi ini perlu untuk kepentingan yang lebih besar. Sebetulnya cerita itu bukan cerita baru, karena saya tahu betul pergumulan para teknokrat jaman Pak Harto, untuk memutuskan stay atau out adalah pada dilema, apakah dengan stay saya bisa membuat kebijakan publik yang lebih baik sehingga menyelamatkan suatu kerusakan yang lebih besar. Atau anda out dan anda disitu akan punya kans untuk berbuat atau tidak, paling tidak resiko getting associated with menjadi less. Personal gain, public loss. If you stay, dan itu yang saya rasakan 5 tahun, you suddenly feel that everybody is your enemy.
Karena no one yang sangat simpati dan tahu kita pun akan tidak terlalu happy karena kita tetap berada di dalam sistem. Yang tidak sejalan dengan kita, juga jengkel karena kita tidak bisa masuk kelompok yang bisa diajak enak-enakan. Sehingga anda di dalam di sandwich di dua hal itu. Dan itu bukan suatu pengalaman yang mudah. Sehingga kita harus berkolaborasi untuk membuat space yang lebih enak, lebih banyak sehingga kita bisa menemukan kesamaan.
Nah kalau kita ingin kembali kepada topiknya untuk menutup juga, saya rasa forum-forum semacam ini atau saya mengatakan kelompok seperti anda yang duduk pada malam hari ini adalah kelompok kelas menengah. YAng sangat sadar membayar pajak. Membayarnya tentu tidak sukarela, tidak seorang yang patriotik yang mengatakan dia membayar pajak sukarela. Tapi meskipun tidak sukarela, anda sadar bahwa itu adalah suatu kewajiban untuk menjaga republik ini tetap berdaulat. Dan orang seperti anda yang tau membayar pajak adalah kewajiban dan sekaligus hak untuk menagih kepada negara, mengembalikan dalam bentuk sistim politik yang kita inginkan. Maka sebetulnya di tangan orang-orang seperti anda lah republik ini harus dijaga. Sungguh berat, dan saya ditanya atau berkali-kali di banyak forum untuk ditanya, kenapa ibu pergi? Bagaimana reformasi, kan yang dikerjakan semua penting. Apakah ibu tidak melihat Indonesia sebagai tempat untuk pengabdian yang lebih penting dibandingkan bank dunia.
Seolah-olah sepertinya negara ini menjadi tanggungjawab Sri Mulyani. Dan saya
keberatan. Dan saya ingin sampaikan di forum ini karena anda juga bertanggungjawab kalau bertanya hal yang sama ke saya. Anda semua bertanggungjawab sama seperti saya. Mencintai republik ini dengan banyak sekali pengorbanan sampai saya harus menyampaikan kepada jajaran pajak, jajaran bea cukai, jajaran perbendaharaan, "Jangan pernah putus asa mencintai republik." Saya tahu, sungguh sulit mengurusnya pada masa-masa transisi yang sangat pelik.
Kecintaan itu paling tidak akan terus memelihara suara hati kita. Dan bahkan menjaga etika kita di dalam betindak dan berbuat serta membuat keputusan. Dan saya ingin membagi kepada teman-teman disini, karena terlalu banyak di media seolah-olah ditunjukkan yang terjadi dari aparat di kementrian keuangan yang sudah direformasi masih terjadi kasus seperti Gayus.
Saya ingin memberikan testimoni bahwa banyak sekali aparat yang betul-betul genuine adalah orang-orang yang dedicated. Mereka yang cinta republik sama seperti anda. Mereka juga kritis, mereka punya nurani, mereka punya harga diri. Dia bekerja pada masing-masing unit, mungkin mereka tidak bersuara karena mereka adalah bagian dari birokrat yang tidak boleh bersuara banyak tapi harus bekerja.
Sebagian kecil adalah kelompok rakus, dan dengan kekuasaan sangat senang untuk meng abuse. Tapi saya katakan sebagian besar adalah orang-orang baik dan terhormat. Saya ingin minta tolong dibantu, berilah ruang untuk orang-orang ini untuk dikenali oleh anda juga dan oleh masyarakat. Sehingga landscape negara ini tidak hanya didominasi oleh cerita, oleh tokoh, apalagi dipublikasi dengan seolah-oalh menggambarkan bahwa seluruh sistem ini adalah buruk dan runtuh. Selama seminggu ini saya terus melakukan pertemuan dan sekaligus perpisahan dengan jajaran di kementrian keuangan dan saya bisa memberikan, sekali lagi, testimoni bahwa perasaan mereka untuk membuktikan bahwa reform bisa jalan ada disana. Bantu mereka untuk tetap menjaga api itu. Dan jangan kemudian anda disini bicara dengan saya, ya bisa diselamatkan kalau sri mulyani tetap menjadi Menteri keuangan. Saya rasa tidak juga.
Suasana yang kita rasakan pada minggu-minggu yang lalu, bulan-bulan yang lalu, seolah-olah persoalan negara ini disandera oleh satu orang, sri mulyani. Sedemikian pandainya proses politik itu diramu sedemikian sehingga seolah-olah persoalannya menjadi persoalan satu orang. Seseorang yang pada sautu ketika dia harus membuat keputusan yang sungguh tidak mudah, dengan berbagai pergumulan, kejengkelan, kemarahan, kecapekan, kelelahan, namun dia harus tetap membuat kebijakan publik. Dia berusaha, berusaha di setiap pertemuan, mencoba untuk meneliti dirinya sendiri apakah dia punya kepentingan pribadi atau kelompok, dan apakah dia diintervensi atau tidak, apakah dia membuat keputusan karena ada tujuan yang lain. Berhari-hari, berjam-jam dia bertanya, dia minta, dia mengundang orang dan orang-orang ini yang tidak akan segan mengingatkan kepada saya. Meskipun mereka tahu saya menteri, mereka lebih tua dari saya. Orang seperti pak Darmin, siapa yang bisa bilang atau marahin pak marsilam?Wong semua orang dimarahin duluan sama dia.
Mereka ada disana hanya untuk mengingatkan saya berbagai rambu-rambu, berbagai pilihan dan pilihan sudah dibuat. Dan itu dilaporkan, dan itu diaudit dan itu kemudian dirapatkan secara terbuka. Dan itu kemudian dirapatkerjakan di DPR. Bagaimana mungkin itu kemudia 18 bulan kemudian dia seolah-olah menjadi keputusan individu seorang Sri Mulyani. Proses itu berjalan dan etika sunyi. Akal sehat tidak ada. Dan itu memunculkan suatu perasaan apakah pejabat publik yang tugasnya membuat kebijakan publik pada saat dia sudah mengikuti rambu-rambu, dia masih bisa divictimize oleh sebuah proses politik.

Saya hanya mengatakan, kalau dulu pergantian rezim orde lama ke orde baru, semua orang di stigma komunis, kalau ini khusus didisain pada era reformasi seorang distigma dengan sri mulyani identik dengan century. Mungkin kejadiannya di satu orang saja, tapi sebetulnya analogi dan kesamaan mengenai suatu penghakiman telah terjadi.
Sebetulnya disitulah letak kita untuk mulai bertanya, apakah proses politik yang didorong, yang dimotivate, yang ditunggangi oleh suatu kepentingan membolehkan seseorang untuk dihakimi, bahkan tanpa pengadilan. Divonis tanpa pengadilan. Itu barangkali adalah suatu episod yang sebetulnya sudah berturut-turut kita memahami konsekuensi sebagai pejabat publik yang tujuannya membuat kebijakan publik, dan berpura-pura seolah-olah ada etika dan norma yang menjadi guidance kita dibenturkan dengan realita-realita politik.
Dan untuk itu, saya hanya ingin mengatakan sebagai penutup, sebagian dari anda mengatakan apakah Sri mulyani kalah, apakah sri mulyani lari? Dan saya yakin banyak yang menyesalkan keputusan saya. Banyak yang menganggap itu adalah suatu loss atau kehilangan. Diantara anda semua yang ada disini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang. Saya berhasil. Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak disini. (applause)
Saya merasa berhasil dan saya merasa menang karena definisi saya adalah tiga. Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka disitu saya menang. Terimakasih

Saturday, May 15, 2010

Sadly True - Catatan Sahabat Saya Benny Handoko

SMI selesai menjalani pemeriksaan KPK pada tanggal 4 Mei 2010, malam hari.
Mari kita flashback, melihat bagaimana Pansus Century merupakan pembodohan publik terbesar 2010.
Bersama Benny Handoko kita akan mengenang perjalanan penderitaan SMI. Saya copas tanpa diedit


#PC 1.Pansus dimulai krn ada kecurigaan dana bailout Bank Century digunakan utk pendanaan kampanye PD dan SBY. Tim9 inisiatornya

#PC 2.Tim 9 terdiri dari hampir semua fraksi DPR kecuali PD. Antara lain Misbakhun yg skrg ditahan krn LC bodong dan Bambang Soes

#PC 3.Bambang Soesatyo (BamSat) yg pertama menyebut SMI sbg aktor utama korupsi dana bailout. Ia sebut ada rekaman Robert dan SMI

#PC 4.BamSat ribut di media soal rekaman Robert Tantular-SMI dg tujuan membuat motif SMI bailout Century krn dekat dg pemiliknya.

#PC 5.BamSat (Golkar) safari dari satu media ke media lain cuap2 soal rekaman tanpa bukti rekaman. Modusnya: Repeated Lies=Truth

#PC 6.Gerah dg opini publik yg dibtk BamSat, SMI gelar presscon. Rekaman video 8jam Rapat bailout Century diputar. Tdk ada dialog dg Robert

#PC 7.Walaupun tuduhan BamSat tdk terbukti ia tdk minta maaf/ menarik ucapannya. Gerakan hak angket Pansus Century ramai di DPR

#PCen 8.Demokrat di bwh tekanan utk ikut hak angket. Hasil audit BPK nyatakan ada dugaan penyelewengan dana bailout.PD akhirnya ikut

#PCen 9.Tuduhan dana bailout mengalir ke partainya, SBY persilakan Pansus periksa. Rpt Pansus pertama langsung minta SMI-Boediono nonaktif

#PCen 10.Mengapa SMI-Boed? Krn mrk bkn org partai, jd sasaran empuk. Direkayasa cerita kalo mrk digunakan SBY utk salurkan dana ke PD

#PCen 11.Rapat Pansus pertama lgs himbau SMI-Bo nonaktif, itu sama saja dg anggap mereka tersangka. PD yg ikut2an terlihat lugu berpolitik

#PCen 12.SBY dari Mesir menolak himbauan nonaktif DPR utk SMI-Boediono. "Kuliahi" DPR dan minta hargai asas praduga tak bersalah

#PCen 13.Pemeriksaan Pansus dimulai bukan lewat pemeriksaan aliran dana yg dicurigai tp mulai dari mengapa century dibail-out.

#PCen 14.Tujuannya jelas SMI-Bo yg ambil keputusan bail-out. Motif awal pansus dilupakan. Debat seputar dampak sistemik dan krisis

#PCen 15.Pansus pny disposisi Century tdk sistemik dan 2008 tdk krisis. SMI-Bo sebaliknya. Yg heran pelaku perbankan tdk dipanggil

#PCen 16.Yg diundang Pansus ekonom Econit spt Rizal Ramli, H Saparini, Noorsy yg bersebrangan dg SMI-Bo. Demikian jg di Media TV

#PCen 17.Pakar yg sehaluan SMI-Bo jg diundang 1-2 org namun nada Pansus amat berbeda. Terlihat sekali motif pembenaran disposisi mrk

#PCen 18.Dapat ditebak Pansus pun tdk kompak soal sistemik dan krisis. Sesuai disposisi masing2. Pemeriksaan lanjut ke aliran dana

#PCen 19.Muncul truf baru: Budi Sampoerna. Motif yg dibangun: BS dkt dg SBY dan dananya yg 2T di Century jd sebab Century dibailout

#PCen 20.Motif itupun mentah krn Budi mlh belum berhasil menarik dananya dari Century. Demikian jg bbrp perusahaan yg dihubung2kan

#PCen 21.Hasil penelusuran aliran dana bailout tidak ditemukan aliran ke PD. Jadi tdk terbentuk motif SMI-Bo bailout utk korupsi.

#PCen 22.Tdk bisa membuktikan SMI-Bo korupsi, pandangan akhir Pansus tetap: dugaan korupsi, sama persis dg awal Pansus. Kembali ke titik nol

#PCen 23.Kerja 3 bulan, cuap2 di media dan TV. Apa hasil Pansus selain kembali ke titik awal sebelum Pansus? Tdk ada apapun yg dibuktikan

#PCen 24.Hanya bisa sampai level "dugaan", Paripurna DPR tidak tau malu berani Sebut Nama. Level terendah kecerdasan wakil rakyat kita

#PCen 25.Tidak bs buktikan apa2, DPR lempar bola panas ke KPK dan maksa KPK buktikan yg mereka tdk bisa. Ribut2 di media. Tau malu?

#PCen 26.Sekarang, mengapa DPR (golkar,pdip,pks,gerindra,hanura,ppp) begitu bernafsu menargetkan Boediono dan SMI? Sy akan tweet IMO

#PCen 27.Dg berbagai tekanan politik, salut SBY yg tegas mempertahankan SMI dan Boediono, keputusan politiknya yg paling beresiko dlm karier

#PCen 28.Boediono diincar jelas utk 2014. Posisi menggiurkan utk partai koalisi & kesempatan coba2 partai oposisi, makin dkt u jatuhkan RI1

#PCen 29. Krn tidak yakin bs dpt suara cukup lwt paripurna, parpol2 yg incar Boed coba lwt judicial review MK minta (50+1)% utk pemakzulan

#PCen 30.Kalo SMI? Mengapa diincar? Terutama oleh BamSat (baca:Golkar). Karena bos Golkar AB punya kepentingan kuat utk SMI mundur

#PCen 31.Menkeu sbg bendahara negara punya wewenang luas. Pajak, beacukai, APBN, Pasar Modal diantaranya. SMI dikenal figur tanpa kompromi

#PCen 32.SMI pernah ribut dg JK soal heli impor tdk bayar beacukai, soal monorel dan listrik 10MegaWatt. Dg AB tolak suspen saham, deal pjk

#PCen 33.Adanya SMI di Kemenkeu adalah penghalang oligarch jadikan birokrat cash-cow partai atau kelompok bisnisnya. Kasus Gayus cth kecil

#PCen terakhir: SMI bukan politisi and she will never be. She won't run for 2014. This might be her last term serving the country.

Sadly true...


Ini adalah twit Benny Handoko (benhan) Selasa malam, setelah SMI selesai diminta penjelasannya oleh KPK tentang bailout Bank Century.

Malam itu twitter hening, karena semua dengan takzim menunggu twit dari @benhan. Biasanya timeline saya dipenuhi twit teman-teman saling bergantian. Tapi kali ini semua diam. Seolah-olah ingin ikut napak nilas penderitaan yang SMI alami sepanjang bailout Bank Century digembar-gemborkan para politisi dan pengamat busuk.

Thursday, May 13, 2010

Semalam di Dharmawangsa - 10 Januari 2010


Menjelang SMI diundang sebagai saksi di Pansus, beberapa kawan dekat beliau ingin mengadakan suatu acara informal sebagai bentuk dukungan moril bagi SMI. Beberapa member KPI SMI juga akan diundang. Tanggal undangan dari DPR berubah-ubah terus. Saya tidak bia membayangkan, bagaimana repotnya SMI menyesuaikan jadwal kerjanya karena ketidak pastian tanggal undangan tersebut.

Sampai akhirnya suatu siang Taufik Ismail telpon, bahwa SMI diundang ke Sidang Pansus DPR pada tanggal 13 Januari 2010. Maka acara kecil dari teman-teman SMI akan diadakan pada tanggal 10 Januari 2010 di Dharmawangsa. Kami mendapat undangan untuk 30 orang, suatu jumlah yang cukup banyak.

Khawatir ketinggalan acara, kami sudah hadir sejak jam 6 sore, padahl undangan jelas tercantum acara dimulai jam 7. Saya yang berangkat bersama Taufik, Lutfi Ubadi, Sugeng Sugiarto dan Harry Ardiansyah adalah tamu pertama. Beberapa teman dari SMI - Panitia acara - sudah ada disana. Agak canggung karena kami tidak mengenal mereka. Suasana menjadi cair waktu Pak Erry Riyana Hardjapamekas datang. kami agak merasa dekat kepada Pak Erry karena sesekali Pak Erry posting di wall kami.

Satu persatu tamu berdatangan, hingga ruangan hampir penuh mendekati jam 7 malam. Teman-teman sudah duduk semua mengelilingi 3 buah meja. Taufik, Pak Harry Humas Depkeu dan saya berdiri di pintu masuk sambil ngobrol. Tidak lama kemudian seorang wanita memasuki ruangan seorang diri dari sebelah kanan saya. Pak Harry memutuskan pembicaraan dan segera mendekati wanita itu. Saya kaget, ternyata beliau adalah SMI. Sungguh sosok beliau begitu sederhana, jauh dari bayangan saya bahwa dia glamour, mengingat SMI adalah seorang Menteri di Departemen yang bergengsi. Pengawal atau ajudanpun tidak ada yang menyertainya.
Pak Harry segera mengenalkan saya kepada beliau. "Ini Ibu Susy, yang mengantarkan buku dari KPI SMI Desember lalu" . Dan beliau menyalami saya sambil berkata : " O, ini to yang namanya Mbak Susy"...glek! Bu Menteri ingat loh nama saya. Saya merasa tersanjung, apalagi kemudian dia berkata lagi : "Mana nih fotografer? Fotoin saya dengan Mbak Susy dong" Gubrakkk! Akhirnya blitz kamera menyala beberapa kali. Teman-teman saya yang sudah duduk di depan cuma melongo. Barangkali dalam hati mereka menyesal, kenapa tidak ikut saja berdiri dekat pintu masuk? Dalam hati saya tertawa geli, memandangi mupeng (muka pengen) mereka berfoto bareng SMI. Beberapa saat kemudian kesadaran mereka yang hilang karena melihat sosok idolanya ada di depan mata mungkin sudah kembali. Ketiga puluh orang tersebut nggak malu-malu lagi menyerbu SMI untuk berfoto. Heboh, padahal acara belum mulai.

Tgl 10 Januari 2010 menjadi hari istimewa bagi KPI-SMI, karena kita saksikan bahwa pendukung SMI ternyata bukan hanya kita saja yg disini, tetapi juga orang-orang yang mempunyai reputasi bersih dan diakui dunia. Bahkan ada beberapa warga negara asing -yang saya yakin bukan orang sembarangan- yang tidak berhenti memberikan applause pada setiap pernyataan menarik yang dikeluarkan oleh pembicara yang maju ke podium.

Suasana berlangsung santai dan penuh kekeluargan. Beberapakali ditekankan oleh teman-teman SMI, bahwa mereka sangat mengerti sekali beban yang sekarang ditanggung oleh SMI. Maka mereka buat acara ini untuk memberikan dukungan moril, agar SMI kuat dan tabah. SMI jangan merasa "sendiri", karena banyak orang yang mendukung beliau. Itulah inti dari setiap kata yang dilontarkan oleh teman-teman beliau.

Setelah kata pembukaan diberikan oleh Ibu Natalia, acara selanjutnya adalah sambutan dari SMI sendiri. Beberapa yang bisa saya kutip adalah :
1. Saya pikir pada waktu menerima tugas negara, saya sudah cukup mengerti tentang bangsa negara ini. Ternyata masih banyak yang saya harus pelajari.
2. Saya sudah mengambil tindakan penyelamatan yang lazim dilakukan oleh negara-negara di dunia dalam mengatasi suatu masalah, tapi ternyata disini tidak diterima.
3. Saya berbakti kepada negara tanpa berhitung, walaupun background saya dari ilmu ekonomi.

Kata-kata diungkapkan secara teratur dan jelas. Suasana hening sampai disudut-sudut ruangan menandakan bahwa orang yang hadir ingin mendengar dan meresapi apa yang diucapkan Bu Ani. Semua ingin ikut merasakan dan menanggung beban yang beliau pikul. Beberapa kali applause diberikan, dan setelah Bu Ani menutup kata sambutan semua yang hadir memberikan standing ovation sampai beberapa menit.

Acara selanjutnya diisi oleh Kang Iwan Abdurrahman, penggubah lagu Flamboyan dan Melati dari Jayagiri. Sebelum memulai performancenya, semua yang hadir berdiri untuk menyayikan lagu Indonesia raya. Rasa kebangsaan menyelimuti semua yang hadir diruangan. Ada beberapa yang hadir menyeka airmata yang tak tertahankan keluar. Lagu ini menebalkan kembali rasa cinta tanah air bagi yang mendengarkan.

Kang Iwan menyanyikan banyak lagu yang beliau ciptakan dalam kurun waktu yang panjang, yaitu sejak beliau mahasiswa smapai berpuluh tahun kemudian. dalam setiap jeda antara satu lagu dengan lagu lainnya, beliau selalu menyelipkan kata-kata yang meneguhkan Bu Ani. Dan suasana menjadi meriah, karena Kang Iwan mengatakannya dalam kalimat yang penuh humor. Salah satu yang saya ingat adalah, BU Ani jangan melihat persoalan ini sebagai musibah atau beban berat, justru banyak berkat yang didapat dengan munculnya issue yang tidak enak didengar ini. Bu Ani bagaikan cemara diatas gunung, angin menerpa makin keras, tapi cemara tidak akan patah. Kang Iwan adalah pendaki gunung yang tergabung dalam Wanadri, jadi kata-kata yang diucapkan selalu berkaitan dengan alam. Salah satu pengandaian yang paling mengena adalah, bahwa bunga kecil di hutan, yang namanya saja tidak diketahui, dihormati oleh bulan yang menyinarinya setiap malam. Seharusnya, Bu Ani juga mendapatkan kehormatan yang sama dari bangsanya. Diakhir kata, Kang Iwan menyarankan agar Bu Ani mengajak rekan kerjanya di Kabinet, agar belajar menghargai orang dari alam, gunung dan pepohonan. Sekali-kali, ajaklah naik gunung bareng Kang Iwan. Ha ha....ajakan yang oleh direalisir. Malah kalo bisa, anggota DPR diajak juga Kang.

Setelah Kang Iwan menutup performancenya, acara dilanjutkan dengan makan malam. Sambil beramah tamah, Bu Ani berkeliling manghampiri semua orang yang hadir. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh teman-teman KPI-SMI untuk secara langsung menyampaikan dukungan moril dari kita semua dan perjuangan dari teman-teman menerangkan kepada orang yang memiliki pandangan yang berbeda dengan kita. Kita inform beliau, bahwa ada ratusan thread di discussion board yang dibuat oleh teman-teman, khusus untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. Beliau dengan sabar mendengarkan sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ibu Menteri yang satu ini memang istimewa. Pintar, baik hati, rendah hati dan tidak menciptakan jarak dan membedakan antara yang satu dan lainnya. Beberapa dari kita adalah bekas mahasiswa/i beliau, dan menakjubkan sekali, beliau masih ingat! Bahkan pada salah satu teman kita yang ex mahasiswanya di S2 bertahun-tahun yang lalu, beliau menanyakan : "Putranya masih satu? Laki? Belum nambah lagi?" Ck,ck,ck...Memorynya kuat sekali.

Setelah makan malam, acara berikutnya dipersilahkan bagi perwakilan KPI-SMI untuk menyampaikan pesan dari teman-teman semua. Taufik Ismail menyampaikannya dengan penuh perasaan. TI juga mengundang yang hadir untuk join di group kita. Mengingat yang ada disitu adalah orang-orang yang kredibilitasnya diakui, tidak terbayangkan kalau mereka benar-benar membuat account FB, join di KPI-SMI dan menginvite teman-temannya. Mungkin jadi agak lebih mudah menyebarkan kepada masyrakat tentang kondisi yang sebenarnya terjadi. Semoga.

Agak diluar protokol, dipenghujung acara Pak Des Alwi meminta waktu kepada pak Erry untuk menyampaikan pesan pada Bu Ani. Beliau bilang : "Saya adalah pejuang 45, salah satu orang yang ikut meletakan fondasi negara. Saya mendukungmu Ani! Dan ada kalimat beliau lagi yang saya tidak mau tulis disini. Lucu, tapi takut ada yang tersinggung. Kemudian beliau menghampiri Bu Ani dan mencium kepalanya selayaknya seorang ayah kepada anaknya. Ah, andai saja yang berteriak-teriak lantang di luar sana memiliki perasaan kebangsaan yang sama dengan hadir malam itu, tentram dan majulah negara kita.

Acara usai sekitar jam 10 malam. Ternyata ada dua (kakak, Mas Nanang dan adik, Mbak Sri Harsi Teteki) yang hadir. Kita sempat berbincang-bincang akrab, seperti keluarga yang sudah lama tidak bertemu. Confirm sudah, bahwa Bu Ani memang tumbuh dalam keluarga yang beriman, bersahaja, rendah hati dan memiliki rasa nasionalisme yang kuat.

God bless you Bu Ani. You are not alone!


Semalam di Dharmawangsa - 10 Januari 2009

Catatan Acara Kirim Bunga ke SMI Pada Hari Ibu 2009





Keterlibatan saya dalam kegiatan Group Facebook "Kami Percaya Integritas Sri Mulyani Indrawati" (KPI SMI) dimulai menjelang Hari Ibu, 22 Desember 2009. Kala itu member yang sudah hampir mendekati angka 40 ribu ingin memberikan sesuatu sebagai bentuk dukungan kepada SMI. Sri diskusi yang dilakukan di group, akhirnya diputuskan usul Setio Yuono lah yang akan dipakai, yaitu memberikan bunga kepada SMI. Semua heboh ingin ikut berpartisipasi. Pembicaraan dan saling tukar informasi tentang dimana beli bunga dan kemana harus dikirim menjadi pembicaraan beberapa hari menjelang tanggal 22 Desember. Sebagian pembicaraan tersebut terekam di thread diskusi ini BERI DUKUNGAN NYATA KE SMI DENGAN KIRIM BUNGA KE DEPKEU TGL 22 DESEMBER 2009. Dalam event group yang dibuat oleh admin KIRIM BUNGA KE DEPKEU PUSAT DAN KANWIL DEPKEU PROVINSI , terdaftar lebih dari seratus orang yang akan mengirimkan bunga.

Setelah masalah bunga selesai, timbul masalah baru. Teman-teman dari luar kota dan luar negeri juga ingin menyampaikan pesan dukungan kepada SMI. Bagaimana caranya? Melalui email? Repot. SMS? Apalagi...Hmmmm bagaimana kalau mereka kirim pesan melalui inbox saya lalu di print? Segera ide tersebut saya tawarkan kepada teman-teman melalui wall group.

Tidak disangka, ternyata mereka antusias! Banyak pesan mengalir ke inbox hanya dalam 2 malam saja. Sambil mengcopy tulisan teman-teman dari inbox ke Word, saya baca satu persatu dan terharu...betapa teman-teman saya yang tidak mengenal SMI ini sangat ingin membesarkan hati beliau. Barangkali kalau memungkinkan, mereka ingin meraih SMI dan memeluknya memberi kekuatan.

Setelah semua terkumpul, saya bingung. Apakah pesan ini hanya di print diatas kertas putih biasa? Dijilid biasa? Ah, sayang kalau ungkapan perasaan yang indah ini tidak dikemas dengan baik. Tgl. 21 Desember, sore sekitar jam 5, saya bawa filenya ke Percetakan disekitar rumah. Saya ingat sekali Ruswah, si ahli design, tidak saya ijinkan mengerjakan pekerjaan lain selain ini. Saya katakan nahwa saya ingin semua pesan yang ada di file tersebut dituang dalam sebuah buku. Harus selesai malam ini juga, karena besok pagi sudah saya harus bawa ke Depkeu. Saya biarkan Ruswah mendesign buku sesuai ide dia. Sambil menunggu Ruswah menyusun bagian dalam buku, saya kontak Gelar Wirabuana untuk membuat design sampul dalam, yang merupakan screenshoot dari wall group yang terbaru. Dimana tercantum jumlah member terakhir malam itu. Untung saja Gelar sedang online dan segera bisa mengerjakan design yang saya minta dan menggabungkannya dengan halaman lain. Menjelang percetakan tutup, selesailah buku tersebut dan saya sendiri takjub, dalam waktu sempit, Ruswah dan Gelar bisa membuat buku menjadi layak dipersembahkan kepada SMI.

Sepulangnya dari sana, saya langsung ke toko bunga yang berderet di Kalimalang, depan Universitas Gunadarma. Saya pesan bunga papan mewakili group kami. Saya juga membeli 20 kuntum bungan mawar merah. Jam 11 malam, semua selesai dan siap dibawa besok pagi.

Dengan berbekal 20 kuntum mawar dan sebuah buku berisi titipan pesan teman-teman, jam 8 pagi saya berangkat dari rumah di Bekasi bersama Sugeng Sugiarto menuju Depkeu di Jl. Dr. Wahidin 1, Jakarta. Sepanjang perjalanan hujan turun cukup deras, bahkan di beberapa titik jalanan macet cukup parah. Baru jam 10.00 WIB saya tiba di Depkeu. Di Lobby sudah berjejer bunga papan dan rangkaian bunga lainnya, semua segar dan cantik.

Setelah menunggu 5 menit, saya yang ditemani oleh Sri Indahwati dan Rizal Hasibuan diterima oleh Pak Agus, Pak Eko dan Ibu Devy dari Staf Biro Humas Depkeu. Sugeng tidak bisa ikut acara selanjutnya, karena harus segera berangkat ke Bali untuk urusan pekerjaan. Kami sempat berbincang-bincang sebentar di ruangan Press Room, sambil menunggu barangkali ada teman-teman dari KPI-SMI yang datang menyusul. Setelah menunggu teman-teman lain kurang lebih satu jam, akhirnya diputuskan kami akan diterima oleh Ka Biro Humas, Bpk. Harry Z. Soerotin. Baru saja kami melangkah keluar ruangan, crew TV-One minta wawancara sebentar di Lobby, katanya supaya bunga-bunga kiriman itu bisa jadi background. Kaget juga sih. Wawancara? Nah loh, mau ngomong apa? Sambil mikir, kita bertiga jalan ke Lobby. Disana lebih kaget lagi, karena ternyata beberapa media elektronik dan cetak sudah siap dengan kamera dan mic.

Sebelum wawancara dimulai, kami diperkenalkan oleh Ibu Devy kepada Pak Harry yang rupanya juga sudah ada di Lobby. Saya sampaikan kepada beliau, bahwa kita bertiga mewakili teman-teman dari Group KPI-SMI ingin menyampaikan dukungan moril kepada SMI. Kami di group ini menginginkan Ibu SMI tau, bahwa dukungan terhadap beliau besar sekali. Dedikasi SMI terhadap bangsa dan negara tidak diragukan. Sekalian saya serahkan buku pesan kita untuk disampakain kepada SMI.
Pak Harry mewakili Ibu Ani mengucapkan terima kasih dan penghargaan, karena aspirasi kita disampaikan dengan cara- yang menurut beliau- elegant. Beliau bilang baru kali ini ada perhatian yang begitu besar terhadap Departemen Keuangan. Dan ini membanggakan. Buku kita dibuka dan ditunjukan kepada wartawan media untuk difoto.

Kami sampaikan kepada beberapa media yang mewawancara Rizal dan saya, bahwa anggota group kami percaya terhadap integritas beliau. Tidak perlu menjadi orang pintar untuk meyakini hal itu. Hati nurani setiap orang benar akan tau, bahwa Ibu SMI mementingkan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan kelompok atau golongan tertentu. Jadi seharusnyalah kita mendukung beliau agar bisa tetap terus menjalankan tugas yang telah dipercayakan, karena memang beliau Puteri Bangsa yang terbaik saat ini.

Wartawan bertanya lagi, apa yang membuat kita yakin atas integritas beliau? Ya, track record SMI selama ini dan beberapa kebijakan yang berpihak pada kepentingan orang banyak.

Akhirnya setelah satu jam berlalu, pertemuan dengan Pak Harry dan beberapa staf Depkeu lainnya selesai. Wawancara masih lanjut dengan beberapa media cetak seperti Kompas, Rakyat Merdeka, Sindo, Tempo dll. Wah, untung rajin baca postingan Slamet Riyadi, Wardhana Gatot, MI Sahnur, Taufik Ismail dll, kalo nggak bisa gagap deh.

Penghabisan ditanya sama wartawan, akankah grup ini akan turun ke jalan? Ha ha…saya bilang saya akan tanya dulu sama admin dan member yang lain. Kalau ada cara penyampaian aspirasi yang lebih baik, kenapa harus turun ke jalan? Betul nggak kawan? Saya yakin, dengan kapasitas member yang tidak sembarangan dan ketulusan hati dari kita semua, kita akan punya cara tersendiri untuk mendukung Ibu SMI.

Terima kasih atas support dari teman-teman semua. Segala penghargaan dan kehormatan layak diberikan kepada creator, admin dan seluruh anggota KPI-SMI. Rizal, Indah dan saya hanya yang kebetulan berada disitu mewakili teman-teman.
Hidup SMI!



Sumber : Catatan Acara Kirim Bunga ke SMI tgl 22 Desember 2009

Liputan acara ini bisa dibaca dibawah :

Flowers of Support from Facebookers to Sri Mulyani
Sri Mulyani 'Dibanjiri' Karangan Bunga di Hari Ibu

KPI – SMI melepas Sri Mulyani ke Bank Dunia

Sumber : Perspektif Online

Diangkatnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi Managing Director Bank Dunia, membuat banyak orang Indonesia merasa kehilangan, sedih , tapi juga sekaligus bangga dan bersyukur. Perasaan yang bercampur baur ini sepertinya juga dirasakan betul oleh para facebookers yang tergabung dalam facebookers group Kami Percaya Integritas Sri Mulyani (KPI – SMI). Group ini dibuat sebagai bentuk keprihatinan masyarakat biasa setelah melihat proses politik pansus yang lebih didominasi kepentingan jangka pendek partai politik untuk menyingkirkan Sri Mulyani dari jabatan menteri keuangan meskipun tanpa ada bukti kuat dan pertimbangan akal sehat.

Dalam menyikapi pengangkatan SMI menjadi salah satu petinggi Bank Dunia, group KPI – SMI hari Rabu malam (04/05) mengadakan acara kumpul dan sharing bersama yang bertempat di blaksteer cafĂ© FX. Acara ini menjadi ajang kopdar sekaligus sharing antar anggota group KPI – SMI untuk saling berbagi pendapat tentang pengangkatan atau kesan pribadi tentang Sri Mulyani sendiri. Hadir dalam acara ini puluhan anggota group ini seperti Sussy Rizki, Benny, Evi, Melda dan masih banyak lagi, termasuk Wimar Witoelar.

Sussy Rizki seorang pengusaha furniture yang menjadi motor group dan inisiator pertemuan ini, sampai harus meneteskan air mata ketikamendapatkan giliran menyampaikan kesannya tentang sosok Sri Mulyani. “Kita merasa sedih sekaligus bangga, bukan tidak mungkin SMI akan menjadi Presiden RI 2014, karena banyak orang pintar, cerdas, tapi tidak ada yang sekomplit beiau”, ujarnya.

Apresiasi yang tinggi juga patut dialamtkan kepada group ini, karena mereka tidak kenal lelah dan mau bersusah payah untuk mendukung Sri Mulyani sejak dari pansus, sampai terakhir di KPK. Hadirnya group ini ditengah berlangsungnya proses politik pansus, juga menjadi oase tersendiri. Karena group ini bisa juga berfungsi sebagai wadah masyarakat biasa yang punya pikiran jernih untuk beropini dan membuat perimbangan informasi, ditengah tidak berimbangnya pemberitaan media berita nasional.

WW sendiri berpendapat bahwa, dengan adanya group seperti ini ditengah masyarakat, bukan hanya bisa berfungsi menjadi penyeimbang informasi bagi publik tapi juga bisa jadi alat pemberdayaan. “KPI – SMI ini sebenarnya latihan untuk memberdayakan kelas menangah ang tidak mau bergabung dengan partai, atau yang lainnya”, ujar WW

KPI – SMI dalam kesempatan ini juga mengeluarkan beberapa pernyataan sikap antara lain percaya bahwa SMI akan tetap melaksanakan misinya untuk melakukan reformasi di lembaga keuangan internasional seperti yang sudah dia perjuangkan di G 20. Lalu mendesak Presiden untuk memilih menkeu baru yang bersih, professional, berintegritas serta bebas dari kepentingan – kepentingan politik. menyayangkan rendahnya pengharagaan atas kinerja, integritas dan prestasi SMI oleh saudara di negeri sendiri. Serta menuntut agar nama baik Sri Mulyani segera direbilitasi jika memang tidak ada fakta hukum yang mempersalahkan beliau.

Sudah sepatutnya kita bangga akan penganggakatan ini, dan sudah sepatutnya pula para politisi kita kedepan untuk berkaca, bahwa kebenaran tetap tidak mampu untuk ditutupi. Sri Mulyani Indrawati adalah persembahan Indonesa bagi dunia. Selamat bekerja bu!

Kekuatan Spontan Orang Biasa Membela Sri Mulyani Indrawati

Dikutip dari Perspektif Online Wawancara Wimar Witoelar - Susy Rizky
Wawancara radio bisa didownload disini : rekaman mp3:

Terima kasih Anda terus bersama kami setiap minggu tanpa interupsi sejak tahun 1996. Kita bangga dan senang tidak pernah kesulitan mencari tamu karena tamu kami dipilih dengan sangat selektif, bukan berdasarkan prestasi, sekolah atau kemampuan tapi dari inspirasi yang diberikannya kepada masyarakat. Juga dari kegunaannya untuk diketahui orang biasa karena di Indonesia kalau kita tidak terinspirasi oleh orang biasa maka terlalu banyak orang tidak biasa yang tidak benar. Tamu kita kini Susy Rizky Wiyantini. Dia adalah anggota kelompok Kami Percaya Integritas Sri Mulyani Indrawati (KPI-SMI) di jejaring media sosial.

Susy Rizky Wiyantini mengatakan KPI-SMI berdiri pada akhir November 2009 sebagai bentuk keprihatinan bahwa seorang pejabat publik yang kita lihat dan tanpa mengenalnyapun kita tahu bahwa dia orang baik, cerdas, dan jujur, kok dianiaya. Kami di situ bukan hanya menanggapi tapi juga mendiskusikan topik-topik yang hangat di luar. Kami merasa informasi di media banyak yang tidak benar. Kita diskusikan, tukar informasi apa sih yang sebenarnya terjadi.

Prinsip KPI-SMI adalah bukan Sri Mulyani yang membutuhkan dukungan, kitalah yang memerlukan dia. Jadi tidak terbalik. Tanpa kita pun Sri Mulyani tetap bertahan kok. Kalau tidak bertahan pun dia bisa seperti orang-orang katakan bahwa dia bisa bekerja dimana saja, seperti di Bank Dunia. Justru kita yang memerlukan dia. Kita harus bisa mempertahankan Sri Mulyani Indrawati untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Berikut wawancara Wimar Witoelar dengan Susy Rizky Wiyantini.

Saya akan bicara dua poin pada pembukaan wawancara ini. Poin kesatu, social media. Tanpa terasa kita semua yang menggunakan internet sudah menjadi peserta dari social mediaSekian tahun yang lalu kita melihat bahwa komputer bukan hanya untuk berkirim-kiriman e-mail atau menyimpan data tapi justru untuk berinteraksi. Interaksinya bukan hanya satu dengan satu, tapi satu dengan banyak. Singkat kata, pada awalnya ada friendster, facebook, dan youtube. Belakangan ini sudah mengerucut menjadi tempat dimana orang bergaul dengan tiga parameter, yaitu kesatu, ada konsepnya berupa pertemuan umum atau pertemuan orang sepaham atau lainnya. Kedua, ada konten atau isinya. Ketiga, ada komunitasnya. Saya berikan tiga contoh saja yang Anda sudah familiar, yaitu facebook yang punya angggota belasan juta di seluruh dunia dimana Indonesia menjadi negara yang paling banyak anggotanya di luar Amerika. Kemudian kita mengenal twitter yang juga sangat besar. Satu lagi di Indonesia adalah koprol yang anggotanya terbatas di Indonesia. Ketiga-tiganya memiliki konsep berbeda. Misalnya, facebook ada foto dan ada cerita serta bisa memasukan paper dan lain-lain. Kalau koprol spesifik pada lokasi, teman-teman dan topik. Kalau twitter itu semua orang bisa ikut, tempat pertemuan umum seluruh dunia.

Nah, itu satu poin bahwa sekarang orang bisa berinteraksi melalui social media. Orang yang semula terikat oleh jarak, waktu, jaringan teman, tidak bisa bicara banyak, menjadi bisa bicara banyak sekarang. Lalu, apa gunanya bicara banyak? Selain untuk pergaulan, dapat pekerjaan, bertemu jodoh dan sebagainya, dalam setahun terakhir terutama facebook memberikan hasil yang tidak diduga yaitu boleh dikatakan mempengaruhi bahkan melawan arus opini publik yang dibentuk oleh kaum politisi dan pemegang kekuasaan yang punya maksud-maksud lain. Jadi kalau suatu topik dikuasai oleh televisi (TV) berita, misalnya TV One dan Metro TV, sehingga orang-orang biasa yang baik dan positif tidak mendapatkan kesempatan tampil. Namun melalui facebook, twitter dan koprol orang-orang biasa tersebut bisa berbicara. Kami juga bergembira bahwa yang menggunakan kesempatan ini bukan politisi lagi, bukan pemegang kekuasaan tapi justru orang-orang biasa karena orang-orang biasa tersebut yang paling bisa menggunakan social media.

Introduksi ini sengaja panjang karena ini yang penting bahwa kalau orang yang sangat kuat masuk ke twitter, misalnya Aburizal Bakrie, maka dia susah untuk melawan orang yang kecil, bebas dan hanya berbicara secara jujur. Kalau seorang Anggota Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), misalnya Misbakhun yang sekarang sedang di kantor polisi atau Bambang Soesatyo, berbicara di luar seperti di TV One atau Metro TV tentu sangat bias. Namun di facebook, mereka akan kalah suara dengan suara-suara jernih.

Susy Rizky adalah orang yang terbukti bisa menggunakan social media khususnya facebook sehingga mencapai hasil yang sangat besar dalam menjernihkan orang biasa maupun seorang penjabat publik yang sangat diperlukan oleh negara ini seperti DR. Sri Mulyani Indrawati. Sejak sekian lama sampai sekarang Sri Mulyani masih dihujat, di fitnah, mendapat pressure bahkan diusahakan ditindak. Dia masih terus tegar karena didukung oleh presiden dan undang-undang (UU), serta diberi penguatan oleh warga biasa yang ada di facebook. Beberapa bulan lalu suatu kelompok yang namanya "Kami Percaya Integritas Sri Mulyani Indrawati" (KPI-SMI). Bagaimana ceritanya?


Pertama, mungkin perlu saya jelaskan bahwa penggagas (creator) kelompok tersebut ada di Semarang, Jawa Tengah. Sekarang yang menjadi ketua adalah Hasan Tabil Haque yang juga berdomisili di Semarang. Berdiri pada akhir November 2009 sebagai bentuk keprihatinan kita bahwa seorang pejabat publik yang kita lihat dan tanpa mengenalnyapun kita tahu bahwa dia orang baik, cerdas, dan jujur, kok dianiaya. Saya juga baru menemukan manfaat baru dari facebook bahwa kita bisa begitu komit membela seseorang.

Berapa lama Susy di facebook sebelum masuk kelompok KPI-SMI?

Saya sudah hampir setahun tapi hanya untuk say hello, kumpul-kumpul. Kini saya menemukan suatu fungsi baru dari facebook, kita bisa berkumpul dengan masyarakat biasa, yaitu yang punya pandangan sama, yang selama ini tidak pernah bisa menyuarakan ke luar. Kita menemukan tempat untuk menyuarakan pendapat kita.

Berapa jumlah anggota sewaktu Susy mulai bergabung, katanya yang mendirikan orang lain?

Saya bergabung sewaktu anggotanya sudah 20.000, dan itu menjelang Pansus DPR. Sekarang sudah 121.000 anggota.

Para pendengar kalau Anda belum mendaftar KPI-SMI maka masuklah ke facebook. Negara masih memerlukan dukungan dari orang biasa untuk pejabat-pejabat yang bersih dan jujur. Apa saja kerja Susy di situ, apakah menanggapi atau lainya?

Kami di situ bukan hanya menanggapi tapi juga mendiskusikan topik-topik yang hangat di luar. Kami merasa informasi di media banyak yang tidak benar. Kita diskusikan, tukar informasi apa sih yang sebenarnya terjadi. Selama ini banyak info-info yang didapat tidak dari buku.

Di situ Anda dan teman bisa mendapatkan info-info. Darimana info itu?

Banyaklah, anggota saling tukar informasi.

Sebetulnya dalam masyarakat banyak yang tahu kebenaran cuma mereka tidak punya akses ke media mainstream, Apakah Anda bisa merekomendasikan nama media umum yang masih bisa dipegang kebenarannya sekarang?

Beberapa diantaranya Tempo interaktif dan Perspektif Online (www.perspektif.net)

Para pembaca kita menyampaikan hal tersebut sebab di sini tidak berlaku orang tidak boleh mengiklankan, justru kita harus saling sharing apa yang bisa dibaca. Banyak sekali orang yang tanya, apa yang harus saya tanya karena lihat ini tidak percaya, lihat itu tidak percaya. Itu menurut Susy. Apakah hasilnya terasa?

Kalau bagi kami iya. Prinsip kami di KPI-SMI adalah bukan Sri Mulyani yang membutuhkan dukungan, kitalah yang memerlukan dia. Jadi tidak terbalik. Tanpa kita pun Sri Mulyani tetap bertahan kok. Kalau tidak bertahan pun dia bisa seperti orang-orang katakan bahwa dia bisa bekerja dimana saja, seperti di Bank Dunia. Justru kita yang memerlukan dia. Saya lihat makin banyak yang berpendapat sama dengan kita. Kita harus bisa mempertahankan Sri Mulyani Indrawati untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Kalau saya memasukkan sedikit pendapat saya yaitu kita mengkhawatirkan bahwa Sri Mulyani Indrawati bisa bertahan tetapi serangan tidak berhenti. Sedangkan banyak tawaran untuk dia bekerja di luar pemerintahan. Kalau saya jadi dia dan setiap hari datang serangan karena tuduhannya dibuat-buat dan baru, maka tentu tidak akan habis. Jadi memang pada saat ini bantuan masyarakat lebih diperlukan lagi. Nah, semula Susy tidak punya akses ke berita, tapi lama-lama memang diperlukan juga dikenal. Saya pernah melihat Anda sewaktu acara Rossy di Global TV. Dimana lagi Anda pernah tampil?

Tidak hanya itu saja. Aktifitas kita ke luar waktu itu adalah kita pernah konferensi pers pada Februari 2010. Kita ingin publik di luar tahu bahwa ada masyarakat yang tidak sependapat dengan DPR dan jumlahnya tidak sedikit. DPR juga harus tahu bahwa banyak yang tidak sependapat dengan mereka. Lalu pada Maret 2010 kita antar petisi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa bermaksud untuk intervensi, hanya supaya KPK bersikap netral dan obyektif, jadi jangan takut ada tekanan dari pihak luar. Kita ke DPR juga supaya mereka tahu suara kami. Kami juga menyerahkan surat tertulis ke presiden dengan isi yang berbeda tentunya dengan lembaga negara lain.

Jadi para pembaca inilah perlunya kita mempunyai berbagai media. Misalnya, acara wawancara ini tidak akan pernah dibungkam lagi, karena sudah tidak ada rezim keras. Apa pekerjaan Anda, apakah Anda lawyer, ahli ekonomi atau lainnya?

Sekarang saya dagang furniture bekas.

Apakah Sri Mulyani Indrawati pernah membeli furniture di toko Anda?

Tidak, dan keluarga saya tidak ada yang bekerja sebagai pegawai negeri.

Itu satu tipe yang sangat modern. Apakah Anda mengalami kesulitan untuk menjual furniture bekas tapi Anda masih concern dengan persoalan Sri Mulyani Indrawati?

Tadinya saya tidak peduli, lama-lama saya pikir makin keterlaluan. Ini tidak bisa dibiarkan lagi. Semula di grup KPI-SMI saya hanya baca-baca saja. Saya sama dengan yang lainnya hanya orang biasa. Saya terpacu oleh semangat teman-teman di situ.

Apakah anggota yang begitu banyak bukan orang yang powerfull?

Oh, tidak ada. Mungkin menjadi member tapi tidak aktif. Saya melihat ada beberapa nama tokoh-tokoh tapi tidak aktif. Kita maklum mungkin mereka sibuk. Kalau kita gabung di grup biasanya join lalu tinggalkan. Tapi kalau ini tidak, dari November 2009 sampai hari ini masih aktif semua. Bukan hanya comments tapi juga berdiskusi dan banyak hal.

Saya dengar sekarang Anda sedang persiapan membuat buku, betulkah?

Betul.

Apa kira-kira isi bukunya?

Pandangan teman-teman di grup mengenai persoalan Sri Mulyani Indrawati. Banyak hal yang masyarakat awam tidak tahu karena hanya akses dari TV saja. Nah di sini saya kumpulkan pendapat dari teman-teman menjadi sebuah buku supaya orang punya pegangan tertulis bahwa ini lho kejadiannya menurut kita, Kalau ada yang tidak suka nanti silakan sanggah saja Tapi kami merasa itu kebenarannya menurut kami.

Apakah Susy menjadi editornya?

Tidak, ada teman di situ. Kita akan meluncurkannya pada Mei 2010.

Apa judul bukunya?

Judulnya masih dipilih Gramedia sebagai penerbit kami.

Apakah Anda capek atau tidak dari November 2009 sampai sekarang tidak dibayar termasuk saat diundang TV, mengapa semangatnya tidak luntur?

Sampai setahun lagi kalau DPR masih begitu, kita adu kuat saja. Kita tidak akan turun ke jalan, tapi bukan tidak mungkin bila suatu saat itu diperlukan. Teman-teman mengatakan, "Kita siap" Namun itu sementara kita hindari selama kita bisa mengatasinya.

Daripada turun ke jalan, lebih baik terjun ke stasiun TV.

Dengan senang hati, teman-teman pasti menunggu itu. Kapan kita bisa tampil kalau memang memungkinkan.

Kalau lihat pertumbuhan jumlah anggotanya dari 20.000 menjadi 130.000, apakah barangkali jumlah anggota sekarang sudah stabil?

Masih bertambah terus, walaupun mungkin kecepatannya beda. Sewaktu Sri Mulyani Indrawati muncul di TV (saat Pansus) member kita bertambah 3.000 sehingga wall-nya sampai macet karena semua orang posting untuk kasih pendapat mereka. Setiap kali Sri Mulyani Indrawati tampil di TV membuat member kita bertambah luar biasa. Sayangnya, dia tidak mendapat banyak kesempatan untuk itu.

Saya dengar Sri Mulyani Indrawati akan berikan kata pengantar di buku tersebut, betulkah?

Katanya. Padahal sebenarnya kita tidak terlalu berharap. Kita khawatir buku ini dikira kampanye dia. Itu tidak benar. Ini betul-betul inisiatif rekan-rekan sendiri. Kita tidak pernah ada kontak dengan Sri Mulyani Indrawati

Apakah ini menyita waktu yang banyak dalam keseharian Anda?

Kita tidak full time di situ. Kita hanya full-time dalam pikiran saja, tidak ada tenaga. Kita bisa kerjakan di sela waktu kerja kita.

Apa kesan Anda mengenai media TV dan koran sekarang, apa kira-kiranya akan begitu terus atau ada ada harapan untuk perbaikan?

Sejak mengamati kasus Century, saya jadi mengetahui bahwa selama ini kita banyak dibohongi. Sampai hari ini pun masih begitu, walaupun kita sudah tahu bahwa ternyata itu fitnah. Saya menemukan suatu fenomena baru bahwa ternyata masyarakat sebetulnya peduli, namun tidak ada tempat untuk menyampaikan pendapat.

Apakah Anda pernah dihubungi oleh pihak yang berseberangan?

Sampai saat ini tidak ada.

Apakah wall-nya tidak diisi oleh orang yang berlawanan?

Ooh itu banyak, dengan nama-nama palsu. Kadang-kadang baru dibuat account nama palsu tersebut. Tidak terhitung jumlah yang melakukan itu.

Apa kegiatan selanjutnya, apakah ada rencana kopi darat (Kopdar)?

Itu kita lakukan insidentil saja. Itu sering seperti dengan dengan memakai kaos yang harus dibeli.

Apakah ada gambaran demografi anggota grup tersebut seperti berapa umurnya?

Kalau dari segi usia komplit. Dari mulai masih di sekolah menengah atas (SMA) sampai dengan usia 65-70 tahun. Saya senang di berada grup ini karena kita bisa melihat ternyata anak sekolah ada yang peduli, misalnya seperti Julianna, Rere, sedangkan mahasiswanya seperti Monalisa, dan lain-lain.

Hati kita tergugah, tapi berbuatlah sesuatu...atau kita akan menyesal nanti.


“Di hari-hari penuh fitnah ini, membela yang benar tidak cukup hanya disimpan dalam hati” (Goenawan Mohamad)

Kata-kata tersebut di atas, saya baca di salah satu ilustrasi foto yang dibuat oleh Bong Jun, teman di Group Facebook “Kami Percaya Integritas Sri Mulyani Indrawati” (KPI SMI). Sebaris kata itu sudah cukup menggugah saya agar jangan tidak acuh terhadap gonjang-ganjing politik di negara ini.

Sebagai warga negara biasa, seingat saya, baru satu kali melibatkan diri dalam pergerakan masyarakat, yaitu pada tahun 1998. Itupun saya hanya ikut menyumbang nasi bungkus buat para demonstran, bersama ibu-ibu lain yang juga berasal dari masyarakat awam dan bukan aktivis.

Setelah peristiwa 1998, saya kembali lagi pada kehidupan sehari-hari. Apa pun yang terjadi setelah itu tidak pernah mengganggu pikiran saya, walaupun seringkali merasa tidak puas terhadap peristiwa yang terjadi di tengah pemerintahan yang berkuasa. Namun, semua itu berubah 180 derajat, ketika penyelamatan ekonomi yang dilakukan oleh tim ekonomi pemerintahan SBY – yang dikomandani oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati dan Bapak Boediono (SMI-B) – dengan mem-bailout Bank Century pada tahun 2008, didramatisir oleh lawan-lawan politiknya.

Tindakan yang secara jelas telah menyelamatkan ekonomi negeri dari kehancuran, diserang dan diputarbalikkan, seolah-olah SMI-B telah memanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri. Padahal kita tahu bahwa dua orang yang diserang dan difitnah itu adalah orang-orang bersih. Reputasi mereka bisa dilihat dari jejak rekam yang mereka buat selama ini.

Hal itu membuat saya gelisah. Semua orang di sekeliling saya pun merasakan kegelisahan dan kejengkelan yang sama. Namun, kegelisahan itu hanya terungkap sebatas pembicaraan ringan sehari-hari di toko saya atau di lingkungan rumah jika ada kegiatan arisan dan semacamnya. Sampai akhirnya saya diundang oleh teman baik saya, Muhamad Rizal Hasibuan, untuk bergabung di grup facebook yang mendukung Sri Mulyani Indrawati.

Saya bergabung di grup yang diketuai Adzanta Bilhaq itu, sekitar bulan Desember 2009, pada waktu anggotanya sudah mencapai 20 ribuan orang. Diskusi yang hidup dan bermutu membuat saya betah berlama-lama membaca postingan dan thread-thread diskusi yang berjumlah seratus lebih.

Semula hanya sekadar percaya kemudian berubah menjadi yakin, setelah menelaah kupasan teman-teman yang ada di grup tersebut. Banyak hal yang mengejutkan dan bertolak belakang dengan info yang kita ikuti di sebagian media, bisa kita dapatkan di sini. Dan saya merasa beruntung, telah menjadi salah satu anggota komunitas besar yang obyektif dalam melihat dan menilai Penyelamatan Ekonomi Negara 2008 yang dilakukan oleh Boediono dan Sri Mulyani Indrawati.

Group KPI SMI menjadi suatu forum terbuka yang bisa diikuti oleh orang yang pro bahkan yang kontra. Kebebasan berpendapat sangat dihargai selama dibarengi oleh data-data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Banyak yang semula tidak paham, kemudian menjadi mengerti, bahwa Penyelamatan Ekonomi 2008 adalah suatu tindakan yang tepat dan bukan untuk kepentingan golongan atau pribadi tertentu.

Masih banyak lagi yang harus kita lakukan untuk menyadarkan masyarakat dari pembodohan-pembodohan sistematis yang telah dilakukan banyak orang untuk menggulingkan pemerintah yang sah, membuat negara chaos, dan membuat masyarakat awam menjadi semakin menderita. Kita tidak boleh diam saja dan hanya menggerutu dalam hati. Lakukan sesuatu, seberapa pun kecilnya, untuk menyuarakan pendapat kita dalam forum yang terbuka.

Rasanya himbauan Goenawan Muhamad tepat sekali untuk diingat, diresapi dan dijalankan saat ini.