Tak cukup hanya di dalam hati

“Di jaman yang penuh dengan fitnah ini, membela orang yang benar tidak cukup di dalam hati” -Goenawan Mohammad

Thursday, May 13, 2010

Semalam di Dharmawangsa - 10 Januari 2010


Menjelang SMI diundang sebagai saksi di Pansus, beberapa kawan dekat beliau ingin mengadakan suatu acara informal sebagai bentuk dukungan moril bagi SMI. Beberapa member KPI SMI juga akan diundang. Tanggal undangan dari DPR berubah-ubah terus. Saya tidak bia membayangkan, bagaimana repotnya SMI menyesuaikan jadwal kerjanya karena ketidak pastian tanggal undangan tersebut.

Sampai akhirnya suatu siang Taufik Ismail telpon, bahwa SMI diundang ke Sidang Pansus DPR pada tanggal 13 Januari 2010. Maka acara kecil dari teman-teman SMI akan diadakan pada tanggal 10 Januari 2010 di Dharmawangsa. Kami mendapat undangan untuk 30 orang, suatu jumlah yang cukup banyak.

Khawatir ketinggalan acara, kami sudah hadir sejak jam 6 sore, padahl undangan jelas tercantum acara dimulai jam 7. Saya yang berangkat bersama Taufik, Lutfi Ubadi, Sugeng Sugiarto dan Harry Ardiansyah adalah tamu pertama. Beberapa teman dari SMI - Panitia acara - sudah ada disana. Agak canggung karena kami tidak mengenal mereka. Suasana menjadi cair waktu Pak Erry Riyana Hardjapamekas datang. kami agak merasa dekat kepada Pak Erry karena sesekali Pak Erry posting di wall kami.

Satu persatu tamu berdatangan, hingga ruangan hampir penuh mendekati jam 7 malam. Teman-teman sudah duduk semua mengelilingi 3 buah meja. Taufik, Pak Harry Humas Depkeu dan saya berdiri di pintu masuk sambil ngobrol. Tidak lama kemudian seorang wanita memasuki ruangan seorang diri dari sebelah kanan saya. Pak Harry memutuskan pembicaraan dan segera mendekati wanita itu. Saya kaget, ternyata beliau adalah SMI. Sungguh sosok beliau begitu sederhana, jauh dari bayangan saya bahwa dia glamour, mengingat SMI adalah seorang Menteri di Departemen yang bergengsi. Pengawal atau ajudanpun tidak ada yang menyertainya.
Pak Harry segera mengenalkan saya kepada beliau. "Ini Ibu Susy, yang mengantarkan buku dari KPI SMI Desember lalu" . Dan beliau menyalami saya sambil berkata : " O, ini to yang namanya Mbak Susy"...glek! Bu Menteri ingat loh nama saya. Saya merasa tersanjung, apalagi kemudian dia berkata lagi : "Mana nih fotografer? Fotoin saya dengan Mbak Susy dong" Gubrakkk! Akhirnya blitz kamera menyala beberapa kali. Teman-teman saya yang sudah duduk di depan cuma melongo. Barangkali dalam hati mereka menyesal, kenapa tidak ikut saja berdiri dekat pintu masuk? Dalam hati saya tertawa geli, memandangi mupeng (muka pengen) mereka berfoto bareng SMI. Beberapa saat kemudian kesadaran mereka yang hilang karena melihat sosok idolanya ada di depan mata mungkin sudah kembali. Ketiga puluh orang tersebut nggak malu-malu lagi menyerbu SMI untuk berfoto. Heboh, padahal acara belum mulai.

Tgl 10 Januari 2010 menjadi hari istimewa bagi KPI-SMI, karena kita saksikan bahwa pendukung SMI ternyata bukan hanya kita saja yg disini, tetapi juga orang-orang yang mempunyai reputasi bersih dan diakui dunia. Bahkan ada beberapa warga negara asing -yang saya yakin bukan orang sembarangan- yang tidak berhenti memberikan applause pada setiap pernyataan menarik yang dikeluarkan oleh pembicara yang maju ke podium.

Suasana berlangsung santai dan penuh kekeluargan. Beberapakali ditekankan oleh teman-teman SMI, bahwa mereka sangat mengerti sekali beban yang sekarang ditanggung oleh SMI. Maka mereka buat acara ini untuk memberikan dukungan moril, agar SMI kuat dan tabah. SMI jangan merasa "sendiri", karena banyak orang yang mendukung beliau. Itulah inti dari setiap kata yang dilontarkan oleh teman-teman beliau.

Setelah kata pembukaan diberikan oleh Ibu Natalia, acara selanjutnya adalah sambutan dari SMI sendiri. Beberapa yang bisa saya kutip adalah :
1. Saya pikir pada waktu menerima tugas negara, saya sudah cukup mengerti tentang bangsa negara ini. Ternyata masih banyak yang saya harus pelajari.
2. Saya sudah mengambil tindakan penyelamatan yang lazim dilakukan oleh negara-negara di dunia dalam mengatasi suatu masalah, tapi ternyata disini tidak diterima.
3. Saya berbakti kepada negara tanpa berhitung, walaupun background saya dari ilmu ekonomi.

Kata-kata diungkapkan secara teratur dan jelas. Suasana hening sampai disudut-sudut ruangan menandakan bahwa orang yang hadir ingin mendengar dan meresapi apa yang diucapkan Bu Ani. Semua ingin ikut merasakan dan menanggung beban yang beliau pikul. Beberapa kali applause diberikan, dan setelah Bu Ani menutup kata sambutan semua yang hadir memberikan standing ovation sampai beberapa menit.

Acara selanjutnya diisi oleh Kang Iwan Abdurrahman, penggubah lagu Flamboyan dan Melati dari Jayagiri. Sebelum memulai performancenya, semua yang hadir berdiri untuk menyayikan lagu Indonesia raya. Rasa kebangsaan menyelimuti semua yang hadir diruangan. Ada beberapa yang hadir menyeka airmata yang tak tertahankan keluar. Lagu ini menebalkan kembali rasa cinta tanah air bagi yang mendengarkan.

Kang Iwan menyanyikan banyak lagu yang beliau ciptakan dalam kurun waktu yang panjang, yaitu sejak beliau mahasiswa smapai berpuluh tahun kemudian. dalam setiap jeda antara satu lagu dengan lagu lainnya, beliau selalu menyelipkan kata-kata yang meneguhkan Bu Ani. Dan suasana menjadi meriah, karena Kang Iwan mengatakannya dalam kalimat yang penuh humor. Salah satu yang saya ingat adalah, BU Ani jangan melihat persoalan ini sebagai musibah atau beban berat, justru banyak berkat yang didapat dengan munculnya issue yang tidak enak didengar ini. Bu Ani bagaikan cemara diatas gunung, angin menerpa makin keras, tapi cemara tidak akan patah. Kang Iwan adalah pendaki gunung yang tergabung dalam Wanadri, jadi kata-kata yang diucapkan selalu berkaitan dengan alam. Salah satu pengandaian yang paling mengena adalah, bahwa bunga kecil di hutan, yang namanya saja tidak diketahui, dihormati oleh bulan yang menyinarinya setiap malam. Seharusnya, Bu Ani juga mendapatkan kehormatan yang sama dari bangsanya. Diakhir kata, Kang Iwan menyarankan agar Bu Ani mengajak rekan kerjanya di Kabinet, agar belajar menghargai orang dari alam, gunung dan pepohonan. Sekali-kali, ajaklah naik gunung bareng Kang Iwan. Ha ha....ajakan yang oleh direalisir. Malah kalo bisa, anggota DPR diajak juga Kang.

Setelah Kang Iwan menutup performancenya, acara dilanjutkan dengan makan malam. Sambil beramah tamah, Bu Ani berkeliling manghampiri semua orang yang hadir. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh teman-teman KPI-SMI untuk secara langsung menyampaikan dukungan moril dari kita semua dan perjuangan dari teman-teman menerangkan kepada orang yang memiliki pandangan yang berbeda dengan kita. Kita inform beliau, bahwa ada ratusan thread di discussion board yang dibuat oleh teman-teman, khusus untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. Beliau dengan sabar mendengarkan sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Ibu Menteri yang satu ini memang istimewa. Pintar, baik hati, rendah hati dan tidak menciptakan jarak dan membedakan antara yang satu dan lainnya. Beberapa dari kita adalah bekas mahasiswa/i beliau, dan menakjubkan sekali, beliau masih ingat! Bahkan pada salah satu teman kita yang ex mahasiswanya di S2 bertahun-tahun yang lalu, beliau menanyakan : "Putranya masih satu? Laki? Belum nambah lagi?" Ck,ck,ck...Memorynya kuat sekali.

Setelah makan malam, acara berikutnya dipersilahkan bagi perwakilan KPI-SMI untuk menyampaikan pesan dari teman-teman semua. Taufik Ismail menyampaikannya dengan penuh perasaan. TI juga mengundang yang hadir untuk join di group kita. Mengingat yang ada disitu adalah orang-orang yang kredibilitasnya diakui, tidak terbayangkan kalau mereka benar-benar membuat account FB, join di KPI-SMI dan menginvite teman-temannya. Mungkin jadi agak lebih mudah menyebarkan kepada masyrakat tentang kondisi yang sebenarnya terjadi. Semoga.

Agak diluar protokol, dipenghujung acara Pak Des Alwi meminta waktu kepada pak Erry untuk menyampaikan pesan pada Bu Ani. Beliau bilang : "Saya adalah pejuang 45, salah satu orang yang ikut meletakan fondasi negara. Saya mendukungmu Ani! Dan ada kalimat beliau lagi yang saya tidak mau tulis disini. Lucu, tapi takut ada yang tersinggung. Kemudian beliau menghampiri Bu Ani dan mencium kepalanya selayaknya seorang ayah kepada anaknya. Ah, andai saja yang berteriak-teriak lantang di luar sana memiliki perasaan kebangsaan yang sama dengan hadir malam itu, tentram dan majulah negara kita.

Acara usai sekitar jam 10 malam. Ternyata ada dua (kakak, Mas Nanang dan adik, Mbak Sri Harsi Teteki) yang hadir. Kita sempat berbincang-bincang akrab, seperti keluarga yang sudah lama tidak bertemu. Confirm sudah, bahwa Bu Ani memang tumbuh dalam keluarga yang beriman, bersahaja, rendah hati dan memiliki rasa nasionalisme yang kuat.

God bless you Bu Ani. You are not alone!


Semalam di Dharmawangsa - 10 Januari 2009

1 comment:

BenHan said...

Saya merasa pada saat farewell SMI nanti, saya akan merasakan rasa haru yang sama... yang dirasakan Mba Susy. Patah satu tumbuh seribu, terus berjuang insan Integritas!